Skip to main content

Matakuliah Teknik Sipil Angkutan Umum

1. PENDAHULUAN
1.1 LINGKUP DAN TUJUAN
Bab ini menguraikan tata cara untuk menentukan waktu sinyal, kapasitas, dan perilaku lalu-lintas (tundaan, panjang antrian dan rasio kendaraan terhenti) pada simpang bersinyal di daerah
perkotaan dan semi perkotaan. Manual ini terutama herhubungan dengan simpang bersinyal terisolir, dengan kendali waktu tetap (definisi lihat Bagian 1.3 di bawah) dengan bentuk geometrik normal (empat-lengan dan tiga-lengan) dan peralatan sinyal pengatur lalu-lintas. Dengan beberapa pertimbangan dapat juga digunakan untuk menganalisa bentuk geometrik lainnya.
Simpang-simpang bersinyal yang merupakan bagian dari sistem kendali waktu tetap yang dirangkai atau sinyal aktuasi kendaraan' terisolir, biasanya memerlukan metoda dan perangkat lunak khusus dalam analisanya. Walau demikian masukan untuk waktu sinyal dari suatu simpang yang berdiri sendiri dapat diperoleh dengan menggunakan manual ini, lihat Bagian 2.2:1.
Pada umumnya sinyal lalu-lintas dipergunakan untuk satu atau lebih dari alasan berikut
1.      untuk menghindari kemacetan simpang akibat adanya konflik arus lalu-lintas, sehingga terjamin bahwa suatu kapasitas tertentu dapat dipertahankan, bahkan selama kondisi lalu-lintas jam puncak;
2.      untuk memberi kesempatan kepada kendaraan dan/atau pejalan kaki dari jalan simpang (kecil) untuk /memotong jalan utama;
3.      untuk mengurangi jumlah kecelakaan Ialu-lintas akibat tabrakan antara kendaraankendaraan dari arah yang bertentangan.
Penggunaan sinyal tidak selalu meningkatkan kapasitas dan keselamatan dari simpang seperti dibahas dalam bab 1 bagian 5. Dengan menerapkan metoda-metoda yang diuraikan dalam bab ini atau bab lainnya dari manual ini adalah mungkin untuk memperkirakan pengaruh penggunaan sinyal terhadap kapasitas dan perilaku lalu-lintas jika dibandingkan dengan pengaturan tanpa sinyal atau pengaturan bundaran.
1.2 KARAKTERISTIK SINYAL LALU LINTAS
Untuk sebagian besar fasilitas jalan, kapasitas dan perilaku lalu-lintas terutama adalah fungsi dari keadaan geometrik dan tuntutan lalu-Iintas. Dengan menggunakan sinyal, perancang/insinyur dapat mendistribusikan kapasitas kepada berbagai pendekat melalui pengalokasian waktu hijau pada masingmasing pendekat. Maka dari itu untuk menghitung kapasitas dan perilaku lalu-Iintas, pertama-tama perlu ditentukan fase dan waktu sinyal yang paling sesuai untuk kondisi yang ditinjau.
Penggunaan sinyal dengan lampu tiga-warna (hijau, kuning, merah) diterapkan untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu-lintas yang sating bertentangan dalam dimensi waktu. Hal ini adalah keperluan yang mutlak bagi gerakan-gerakan lalu-lintas yang datang dari jalan jalan yang saling berpotongan = konflik-konflik utama. Sinyal-sinyal dapat juga digunakan untuk memisahkan gerakan membelok dari lalu-lintas lurus melawan, atau untuk memisahkan gerakan lalu-lintas membelok dari pejalan-kaki yang menyeberang = konflik-konflik kedua, lihat Gbr 1.2:1 di bawah.

Gambar 1.2:1 Konflik-konflik utama dan kedua pada simpang bersinyal dengan empat lengan
Jika hanya konflik-konflik primer yang dipisahkan, maka adalah mungkin untuk mengatur sinyal lampu lalu-lintas hanya dengan dua fase, masing-masing sebuah untuk jalan yang berpotongan, sebagaimana ditunjukan dalam Gambar 1.2:2. Metoda ini selalu dapat diterapkan jika gerakan belok kanan dalam suatu simpang telah dilarang. Karena pengaturan dua fase memberikan kapasitas tertinggi dalam beberapa kejadian, maka pengaturan tersebut disarankan sebagai dasar dalam kebanyakan analisa lampu lalu-lintas.
Gambar 1.2:2 juga memberikan penjelasan tentang urutan perubahan sinyal dengan sistim dua fase, termasuk definisi dari waktu siklus, waktu hijau dan periode antar hijau (lihat juga Bagian 1.3).
Maksud dari periode antar hijau (IG = kuning + merah semua) di antara dua fase yang berurutan adalah untuk:
1.      memperingatkan lalu-lintas yang sedang bergerak bahwa fase sudah berakhir.
2.      menjamin agar kendaraan terakhir pada fase hijau yang baru saja diakhiri memperoleh waktu
yang cukup untuk ke luar dari daerah konflik sebelum kendaraan pertama dari fase berikutnya memasuki daerah yang sama. Fungsi yang pertama dipenuhi oleh waktu kuning, sedangkan yang kedua dipenuhi oleh waktu merah semua yang berguna sebagai waktu pengosongan antara dua fase. Waktu merah semua dan waktu kuning pada umumnya ditetapkan sebelumnya dan tidak berubah selama periode operasi. Jika waktu hijau dan waktu siklus juga ditetapkan sebelumnya, maka dikatakan sinyal tersebut dioperasikan dengan cara kendali waktu tetap.
Gambar 1.2:2 Urutan waktu pada pengaturan sinyal denggan dua-fase.

Dalam sistem lama, pola waktu yang sama digunakan sepanjang hari/minggu; pada sistim yang lebih modern, rencana waktu sinyal yang berbeda yang ditetapkan sebelumnya, dan digunakan untuk kondisi yang berbeda pula, sebagai contoh, kondisi lalu-lintas puncak pagi, puncak sore dan lewat puncak. Dengan tersedianya data lalu-lintas, manual ini dapat digunakan untuk menghitung waktu-sinyal terbaik bagi setiap kondisi.
Jika pertimbangan keselamatan lalu-lintas atau pembatasan-pembatasan kapasitas memerlukan pemisahan satu atau lebih gerakan belok kanan, maka banyaknya fase harus ditambah. Gambar 1.2:3 menunjukan contoh-contoh rencana fase yang berlainan untuk keperluan tersebut. Penggunaan lebih dari dua fase biasanya akan menambah waktu siklus dan rasio waktu yang disediakan untuk pergantian antara fase (kecuali untuk tipe tertentu dari Sinyal aktuasi kendaraan yang terkendali). Meskipun hal ini memberi suatu keuntungan dari sisi keselamatan lalu-lintas, pada umumnya berarti bahwa kapasitas keseluruhan dari simpang tersebut akan berkurang.
Berangkatnya arus lalu-lintas selama waktu hijau sangat dipengaruhi oleh rencana fase yang
memperhatikan gerakan belok kanan. Jika arus belok kanan dari suatu pendekat yang ditinjau dan/atau dari arah berlawanan terjadi dalam fase yang sama dengan arus berangkat lurus dan belok kiri dari pendekat tersebut (seperti Kasus 1 dalam Gambar 1.2:3), maka arus berangkat tersebut dianggap sebagai terlawan. Jika tidak ada arus belok kanan dari pendekat-pendekat
tersebut, atau jika arus belok kanan diberangkatkan ketika lalu-lintas lurus dari arah berlawanan sedang menghadapi merah (seperti dalam kasus 5 dan 6 pada Gambar 1.2:3), arus berangkat tersebut dianggap sebagai terlindung. Pada kasus 2 dan 3 arus berangkat dari pendekat Utara adalah terlawan sebagian dan terlindung sebagian. Pada kasus 4 arus berangkat dari pendekat Utara dan Selatan adalah terlindung, sedangkan dari pendekat Timur dan Barat adalah terlawan.
1.3 DEFINISI DAN ISTILAH
Notasi, istilah dan definisi khusus untuk simpang bersinyal terdapat dibawah (lihat juga definisi umum pada Bab 1, Bagian 4).










c) Model dasar
Kapasitas pendekat simpang bersinyal dapat dinyatakan sebagai berikut                   
    
C = S × g/c                                                                                          (1)
di mana:
C = Kapasitas (smp/jam)
S = Arus Jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat selama
sinyal hijau (smp/jam hijau = smp per-jam hijau)
g = Waktu hijau (det).
c = Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal yang lengkap (yaitu antara dua awal hijau yang berurutan pada fase yang sama)
Oleh karena itu perlu diketahui atau ditentukan waktu sinyal dari simpang agar dapat menghitung kapasitas dan ukuran perilaku lalu-lintas lainnya.
Pada rumus (1) di atas, arus jenuh dianggap tetap selama waktu hijau. Meskipun demikian dalam kenyataannya, arus berangkat mulai dari 0 pada awal waktu hijau dan mencapai nilai puncaknya setelah 10-15 detik. Nilai ini akan menurun sedikit sampai akhir waktu hijau, lihat Gambar 2.1:1 di bawah. Arus berangkat juga terus berlangsung selama waktu kuning dan merah-semua hingga turun menjadi 0, yang biasanya terjadi 5 - 10 detik setelah awal sinyal merah.

Permulaan arus berangkat menyebabkan terjadinya apa yang disebut sebagai 'Kehilangan awal' dari waktu hijau efektif, arus berangkat setelah akhir waktu hijau menyebabkan suatu 'Tambahan akhir' dari waktu hijau efektif, lihat Gambar 2.1:2. Jadi besarnya waktu hijau efektif, yaitu lamanya waktu hijau di mana arus berangkat terjadi dengan besaran tetap sebesar S, dapat kemudian dihitung sebagai:
Waktu Hijau Efektif = Tampilan waktu hijau - Kehilangan awal + Tambahan akhir                                                                                                                  (2)
Melalui analisa data lapangan dari seluruh simpang yang disurvai telah ditarik kesimpulan bahwa rata-rata besarnya Kehilangan awal dan Tambahan akhir, keduanya mempunyai nilai sekitar 4,8 detik.Sesuai dengan rumus (1a) di atas, untuk kasus standard, besarnya waktu hijau efektif menjadi sama dengan waktu hijau yang ditampilkan. Kesimpulan dari analisa ini adalah bahwa tampilan waktu hijau dan besar arus jenuh puncak yang diamati dilapangan untuk masing-masing lokasi, dapat digunakan pada rumus (1) di atas, untuk menghitung kapasitas pendekat tanpa penyesuaian dengan kehilangan awal dan tambahan akhir.
Arus jenuh (S) dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian dari arus jenuh dasar (S0) yaitu arus jenuh pada keadaan standar, dengan faktor penyesuaian (F) untuk penyimpangan dari kondisi sebenarnya, dari suatu kumpulan kondisi-kondisi (ideal) yang telah ditetapkan sebelumnya
S =S0×F1×F2 × F3 × F4 ×….× Fn                                                                     (3)
Untuk pendekat terlindung arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari lehar efektif pendekat (We):
So = 600 × We                                                                                                (4)
Penyesuaian kemudian dilakukan untuk kondisi-kondisi berikut ini
·         Ukuran kota                            CS, jutaan penduduk
·         Hambatan samping                 SF, kelas hambatan samping dari lingkungan jalan
·         Kelandaian                              G, % naik(+) atau turun (-)
·         Parkir                                       P, jarak garis henti - kendaraan parkir pertama.
- Gerakan membelok                           RT, % belok-kanan
LT, % belok-kiri
Untuk pendekat terlawan, keberangkatan dari antrian sangat dipengaruhi oleh kenyataan bahwa sopir-sopir di Indonesia tidak menghormati "aturan hak jalan" dari sebelah kiri yaitu kendaraan-kendaraan belok kanan memaksa menerobos lalu-lintas lurus yang berlawanan. Model-model dari negara Barat tentang keberangkatan ini, yang didasarkan pada teori "penerimaan celah" (gap - acceptance), tidak dapat diterapkan. Suatu model penjelasan yang didasarkan pada pengamatan perilaku pengemudi telah dikembangkan dan diterapkan dalam manual ini. Apabila terdapat gerakan belok kanan dengan rasio tinggi, umumnya menghasilkan kapasitas-kapasitas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan model Barat yang sesuai. Nilai-nilai smp yang berbeda untuk pendekat terlawan juga digunakan seperti
diuraikan diatas.
Arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif pendekat (We) dan arus lalu-lintas belok kanan pada pendekat tersebut dan juga pada pendekat yang berlawanan, karena pengaruh dari faktorfaktor tersebut tidak linier. Kemudian dilakukan penyesuaian untuk kondisi sebenarnya sehubungan dengan Ukuran kota, Hambatan samping, Kelandaian dan Parkir sebagaimana terdapat dalam rumus 2 di atas.
d)  Penentuan waktu sinyal.
Penentuan waktu sinyal untuk keadaan dengan kendali waktu tetap dilakukan berdasarkan metoda Webster (1966) untuk meminimumkan tundaan total pada suatu simpang. Pertama-tama ditentukan waktu siklus ( c ), selanjutnya waktu hijau ( gi ) pada masing-masing fase (i).
WAKTU SIKLUS
C = (1,5 x LTI + 5) / (1 - FRcrit)                                                                (5)

di mana:
C = Waktu siklus sinyal (detik)
LTI = Jumlah waktu hilang per siklus (detik)
FR = Arus dibagi dengan arus jenuh (Q/S)
FRcrit = Nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada           suatu fase sinyal
E(FRcrit) = Rasio arus simpang = jumlah FRcrit dari semua fase pada siklus tersebut.
Jika waktu siklus tersebut lebih kecil dari nilai ini maka ada risiko serius akan terjadinya lewat jenuh pada simpang tersebut. Waktu siklus yang terlalu panjang akan menyebabkan meningkatnya tundaan rata-rata. Jika nilai E(FRcrit) mendekati atau lebih dari 1 maka simpang tersebut adalah lewat jenuh dan rumus tersebut akan menghasilkan nilai waktu siklus yang sangat tinggi atau negatif.
WAKTU HIJAU
gi = (c - LTI) x FRcrit, / L(FRCrit)                                                   (6)
di mana:
gi = Tampilan waktu hijau pada fase i (detik)
Kinerja suatu simpang bersinyal pada umumnya lebih peka terhadap kesalahan-kesalahan dalam pembagian waktu hijau daripada terhadap terlalu panjangnya waktu siklus. Penyimpangan kecilpun dari rasio hijau (g/c) yang ditentukan dari rumus 5 dan 6 diatas menghasilkan bertambah
tingginya tundaan rata-rata pada simpang tersebut.
e) Kapasitas dan derajat kejenuhan
Kapasitas pendekat diperoleh dengan perkalian arus jenuh dengan rasio hijau (g/c) pada masingmasing pendekat, lihat Rumus (1) di atas.
Derajat kejenuhan diperoleh sebagai:
DS = Q/C = (Q×c) / (S×g)                                                                  (7)
f) Perilaku lalu-lintas (kualitas lalu-lintas)
Berbagai ukuran perilaku lalu-lintas dapat ditentukan berdasarkan pada arus lalu-Iintas (Q), derajat kejenuhan (DS) dan waktu sinyal (c dan g) sebagaimana diuraikan di bawah
PANJANG ANTRIAN
Jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1) ditambah jumlah smp yang datang selama fase merah(NQ2)
NQ = NQ1 +NQ2                                                                                                       (8)
Dengan
= 0,25 x C x                 (8.1)
Jika DS >0,5; selain itu = 0
                                                                    (8.2)

dimana:
NQl     jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya.
NQ2    jumlah smp yang datang selama fase merah.
DS       derajat kejenuhan
GR      rasio hijau
c          waktu siklus (det)
C         kapasitas (smp/jam) = arus jenuh kali rasio hijau (S × GR)
Q         arus lalu-lintas pada pendekat tersebut (smp/det)

Untuk keperluan perencanaan, Manual memungkinkan untuk penyesuaian dari nilai rata-rata ini ketingkat peluang pembebanan lebih yang dikehendaki.
Panjang antrian (QL) diperoleh dari perkalian (NQ) dengan luas rata-rata yang dipergunakan per smp
(20m2) dan pembagian dengan lebar masuk.
QL= x                                                                            (9)
ANGKA HENTI
Angka henti (NS), yaitu jumlah berhenti rata-rata per-kendaraan (termasuk berhenti terulang dalam
antrian) sebelum melewati suatu simpang, dihitung sebagai
NS=0,9x x3600                                                                              (10)
dimana c adalah waktu siklus (det) dan Q arus lalu-lintas (smp/jam) dari pendekat yang ditinjau.


RASIO KENDARAAN TERHENTI
Rasio kendaraan terhenti PSV , yaitu rasio kendaraan yang harus berhenti akibat sinyal merah
sebelum melewati suatu simpang, i dihitung sebagai:
PSV = min (NS,1)                                                                                          (11)
dimana NS adalah angka henti dan suatu pendekat.
TUNDAAN
Tundaan pada suatu simpang dapat terjadi karena dua hal:
1) TUNDAAN LALU LINTAS (DT) karena interaksi lalu-lintas dengan gerakan lainnya
pada suatu simpang.
2) TUNDAAN GEOMETRI (DG) karena perlambatan dan percepatan saat membelok pada
suatu simpang dan/atau terhenti karena lampu merah.
Tundaan rata-rata untuk suatu pendekat j dihitung sebagai:
Dj=DTj+DGj                                                                                                  (12)
dimana:
Dj = Tundaan rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
DTj = Tundaan lalu-lintas rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
DGj = Tundaan geometri rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
Tundaan lalu-lintas rata-rata pada suatu pendekat j dapat ditentukan dari rumus berikut
(didasarkan pada Akcelik 1988):
DT= c x                                                                      (13)
dimana:
DTj = Tundaan lalu-lintas rata-rata pada pendekat j (det/smp)
GR = Rasio hijau (g/c)
DS = Derajat kejenuhan
C = Kapasitas (smp/jam)
NQ1 = Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya (Rumus 8.1 diatas).
Perhatikan bahwa hasil perhitungan tidak berlaku jika kapasitas simpang dipengaruhi oleh
faktor-faktor "luar" seperti terhalangnya jalan keluar akibat kemacetan pada bagian hilir,
pengaturan oleh polisi secara manual dsb.
Tundaan geometri rata-rata pada suatu pendekat j dapat diperkirakan sebagai berikut
DGj = (1-psv) × PT × 6 +(psv×4)                                                                  (14)
dimana:
DGj = Tundaan geometri rata-rata pada pendekat j (det/smp)
Psv = Rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat
PT = Rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat


Nilai normal 6 detik untuk kendaraan belok tidak berhenti dan 4 detik untuk yang berhenti
didasarkan anggapan-anggapan: 1) kecepatan = 40 km/jam; 2) kecepatan belok tidak berhenti =
10 km/jam; 3) percepatan dan perlambatan = 1,5 m/det2; 4) kendaraan berhenti melambat untuk
meminimumkan tundaan, sehingga menimbulkan hanya tundaan percepatan.
Arus berangkat terlindung" dari pendekat bersinyal yaitu tidak adanya konflik antara kendaraan
belok kanan dengan lalu-lintas dari arah yang berlawanan. Pada pendekat terlindung tanpa median, kendaraan belok kanan sering kali menggunakan lajurlawan ketika mengambil gilirannya
Pada pendekat terlawan, kendaraan belok kanan biasanya tidak menghormati hak pemakaian jalan
Bagi lain-lintas lurus..
Jika tidak ada median, kendaraan-kendaraan belok kanan menutup lintasan dari gerakan lalulintas lurus dengan "memotong" jalur yang berlawanan


2.2 PEDOMAN PENGGUNAAN
2.2.1 Tipe penggunaan manual
Manual dapat memenuhi berbagai macam kebutuhan dan jenis perhitungan untuk simpang bersinyal
sebagaimana dicontohkan di bawah:
a) Perancangan
Diketahui:       Arus-arus lalu-lintas harian (LHRT).
Tugas:              Penentuan denah dan tipe pengaturan
Contoh:                       Penentuan fase dan denah simpang untuk suatu simpang yang dirancang
dengan tuntutan lalu-lintas tertentu. Perbandingan dengan cara pengaturan dan tipe   fasilitas jalan yang lain, seperti pengaturan tanpa sinyal, bundaran dsb.
b) Perencanaan
Diketahui:       Denah dan arus lalu-lintas (per jam atau per hari)
Tugas:              Penentuan rencana yang disarankan
Contoh:                       Pemakaian sinyal bagi simpang yang sebelumnya tidak menggunakan sinyal. Peningkatan dari simpang bersinyal yang telah ada, misalnya dengan fase sinyal dan rencana pendekat yang baru. Perencanaan simpang bersinyal yang baru.
c) Pengoperasian
Diketahui:       Rencana Geometrik, fase sinyal dan arus lalu-lintas perjam.
Tugas:              Perhitungan waktu sinyal dan kapasitas.
Contoh:  Memperhaharui waktu sinyal untuk berbagai perioda dari hari tersebut.
Perkiraan kapasitas cadangan dan kehutuhan yang diharapkan bagi peningkatan kapasitas dan/atau perubahan fase sinyal sebagai hasil dari pertumbuhan lalu-lintas tahunan.
Waktu sinyal yang dihitung dengan manual ini disarankan untuk sinyal dengan kendali waktu-tetapbagi kondisi lalu-lintas yang digunakan sehagai data masukan. Untuk keperluan pemasangan di lapangan, supaya berada pada sisi yang aman terhadap fluktuasi lalu-lintas, maka disarankan suatu penambahan waktu hijau sebesar 10% secara proporsional dan penambahan waktu siklus yang sepadan. Jika penentuan waktu digunakan untuk pengaturan aktuasi lalu-lintas waktu hijau maksimum sebaiknya ditentukan 25-40% lebih besar dari pada waktu hijau jika menggunakan kendali waktu-tetap. Metoda penentuan waktu sinyal dapat juga digunakan untuk menentukan waktu siklus minimum pada suatu sistem koordinasi sinyal dengan waktu tetap (yaitu seluruh sistem akan beroperasi dengan waktu siklus tertinggi yang dibutuhkan untuk salah satu simpangnya).
Bagian 2.3 PANDUAN REKAYASA LALU-LINTAS memberikan saran tentang pemilihan tipe pengaturan dan situasi sebagai masukan untuk berbagai tingkat analisa rinci yang berbeda.
Metodologi yang digunakan pada masing-masing tingkat pada dasarnya adalah sama, yaitu menghitung waktu sinyal, kapasitas dan kualitas lalu-lintas untuk kumpulan data masukan yang berurutan sampai diperoleh suatu penyelesaian yang memuaskan bagi persoalan yang diberikan.


2.2.2 Nilai Normal
Pada tingkat operasional (c di atas) semua data masukan yang diperlukan pada umumnya dapat diperoleh karena perhitungan-perhitungan merujuk ke pada simpang bersinyal yang telah ada. Tetapi untuk keperluan perancangan dan perencanaan sejumlah anggapan harus dibuat agar dapat menerapkan prosedur-prosedur perhitungan yang diuraikan pada Bagian 3. Pedoman awal sehubungan dengan anggapan dan nilai normal untuk digunakan dalam kasus-kasus ini diberikan dibawah
a) Arus lalu-lintas
Jika hanya arus lalu-lintas harian (LHRT) saja yang ada tanpa diketahui distribusi lalu-lintas pada
setiap jamnya, maka arus rencana per jam dapat diperkirakan sebagai suatu persentase dari LHRT
sebagai berikut:







Tipe kota dan jalan
Faktor persen k
k x LHRT = arus rencana/jam
Kota-kota > 1 juta penduduk
·         Jalan-jalan pada daerah komersial
dan jalan arteri
·         Jalan pada daerah permukiman
Kota-kota  1 juta penduduk
·         Jalan-jalan pada daerah komersial
dan jalan arteri
·         - Jalan pada daerah permukiman

7-8%
8-9 %

8 - 10%
9-12%


Jika distribusi gerakan membelok tidak diketahui dan tidak dapat diperkirakan, 15% belok-kanan dan 15% belok-kiri dari arus pendekat total dapat dipergunakan (kecuali jika ada gerakan membelok
tersebut yang akan dilarang):
Nilai-nilai normal untuk komposisi lalu-lintas berikut dapat digunakan bila tidak ada taksiran yang
lebih baik:


Ukuran kota
Juta penduduk
Komposisi lalu-lintas kendaraan bermotor%
Rasio
kendaraan
Kendaraan ringan
LV
Kendaraan berat
HV

Sepeda motor
MC

tak bermotor
(UM/MV)
> 3 juta
60
4,5
35,5
0,01
1 - 3 juta
55,5
3,5
41
0,05
0,5 – 1  juta
40
3,0
57
0,14
0,1 – 0,5 juta
63
2,5
34,5
0,05
< 0,1 juta
63
2,5
34,5
0,05


b) Penentuan fase dan waktu sinyal
Jika jumlah dan jenis fase sinyal tidak diketahui, maka pengaturan dengan dua-fase sebaiknya
digunakan sebagai kasus dasar. Pemisahan gerakan-gerakan belok kanan biasanya hanya dapat
dipertimbangkan kalau suatu gerakan membelok melebihi 200 smp/jam. Waktu antar hijau sebaiknya ditentukan dengan menggunakan metodologi yang diuraikan pada langkah B-2. Untuk keperluan perancangan dan simpang simetris nilai normal berikut dapat digunakan
(lihat juga langkah C dibawah):
Ukuran simpang
Lebar jalan rata-rata
Nilai normal waktu antar hijau
Kecil
6 - 9 m
4 det per fase
Sedang
10 - 14 m
5 det per fase
Besar
15 m
 6 det per fase
c) Lebar pendekat
Panduan rekayasa lalu-lintas pada bagian 2.3 di bawah memberikan saran pemilihan tipe simpang, jumlah lajur dan fase sinyal yang dapat digunakan sehagai anggapan awal dalam analisa rinci. Untuk perencanaan simpang baru, pemilihan sebaiknya didasarkan terutama pada pertimbangan ekonomis (bagian 2.3.3b). Untuk analisa operasional 'simpang yang sudah ada' pemilihan terutama didasarkan pada perilaku Ialu- Iintas (bagian 2.3.3c), biasanya dengan tujuan untuk memastikan agar derajat kejenuhan pada jam puncak tidak lebih besar dari 0,75.





Rasio sepeda motor yang sangat tinggi di kota-kota di Indonesia menyebabkan timbulnya kelompok sepeda motor yang besar, mengumpul pada garis henti sebelum awal sinyal hijau
2.3 PANDUAN REKAYASA LALU LINTAS
2.3.1 Tujuan
Tujuan Bagian ini adalah untuk membantu para pengguna manual dalam memilih penyelesaian yang sesuai dengan masalah-masalah umum perancangan, perencanaan, dan operasional dengan menyediakan saran-saran mengenai tipe dan denah standar simpang bersinyal yang layak dan penerapannya pada berbagai kondisi arus. Disarankan untuk perencanaan simpang baru sebaiknya didasarkan pada analisa biaya siklus hidup dari perencanaan yang paling ekonomis pada arus lalu-lintas tahun dasar yang berbeda, lihat bagian 2.3.3b. Informasi ini dapat digunakan sebagai dasar pemilihan asumsi awal tentang denah dan rencana yang diterapkan jika menggunakan metode perhitungan rinci seperti diterangkan pada Bagian 3 dari Bab ini.
Untuk analisa operasional dan peningkatan simpang yang sudah ada, saran diberikan dalam bentuk perilaku lalu-lintas sebagai fungsi arus pada keadaan standar, lihat Bagian 2.3.3c. Rencana dan bentuk pengaturan lalu-lintas harus dengan tujuan memastikan derajat kejenuhan tidak melebihi nilai yang dapat
diterima (biasanya 0,75). Saran-saran juga diberikan mengenai masalah berikut yang berkaitan dengan
rencana detail dan pengaturan lalu-lintas:
·         Dampak terhadap keselamatan lalu-lintas dan asap kendaraan akibat perubahan perencanaan geometri dan pengaturan lalu-lintas.
·         Hal-hal perencanaan rinci terutama yang mengenai kapasitas dan keselamatan.
·         Jenis pengaturan lalu-lintas dan alat-alat pengaturan lalu-lintas.
2.3.2 Definisi tipe (jenis) simpang standar dan pola-pola fase sinyal
Buku Standar Spesifikasi Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan (Direktorat Jenderal Bina Marga, Maret 1992) mencantumkan panduan umum untuk perencanaan simpang sebidang. Informasi lain yang berhubungan terutama tentang marka jalan terdapat pada huku "Produk Standar untuk Jalan Perkotaan" (Direktorat Jenderal Bina Marga, Februari 1987).
Dokumen ini mencantumkan parameter-parameter perencanaan untuk simpang-simpang berbagai kelas jalan, tetapi tidak menentukan jenis simpang tertentu. Sejumlah jenis jenis simpang ditunjukkan pada Gambar 2.3.2:1-2 dan Tabel 2.3.2:1 dibawah untuk penggunaan khusus pada Bagian panduan ini. Semua jenis simpang dianggap mempunyai kereb dan trotoar yang cukup, dan ditempatkan pada daerah perkotaan dengan hambatan samping yang sedang. Semua gerakan membelok dianggap diperbolehkan dan beberapa gerakan membelok adalah gerakan yang terus menerus (Belok kiri langsung = LTOR) jika ditunjukkan seperti pada Tabel 2.3.2:1. Metode perhitungan rinci dalam manual ini juga memungkinkan analisa jalan satu arah. Pengaturan lalu-lintas (pada simpang terisolir) dengan waktu tetap dianggap menggunakan fase sinyal seperti disarankan dalam Tabel 2.3.2:1 (lihat Gambar 2.3.2:3). Lihat juga Bagian 2.3.5 untuk penjelasan jenis-jenis pengaturan sinyal.


Gambar 2.3.2:1 Jenis-jenis simpang empat lengan





Gambar 2.3.2:2 Jenis-jenis simpang tiga lengan
Tabel 2.3.2:1 Definisi jenis-jenis simpang bersinyal
Gambar 2.3.2:3 Jenis-jenis rencana Ease sinyal
2.3.3 Pemilihan jenis simpang
a) Umum
Pada umumnya sinyal lalu-Iintas digunakan dengan satu atau lebih alasan berikut ini:
·         Untuk menghindari kemacetan sebuah simpang oleh arus lalu-lintas yang berlawanan, sehingga kapasitas simpang dapat dipertahankan selama keadaan lalu-lintas puncak.
·         Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu-lintas yang disebabkan oleh tabrakan antara kendaraan-kendaraan yang berlawanan arah. Pemasangan sinyal lalu-lintas dengan alasan keselamatan lalu-lintas umumnya diperlukan bila kecepatan kendaraan yang mendekati simpang sangat tinggi dan/atau jarak pandang terhadap gerakan lalu-lintas yang berlawanan tidak memadai yang disebabkan oleh bangunan-bangunan atau tumbuhtumbuhan yang dekat pada sudut-sudut simpang.
·         Untuk mempermudah menyeberangi jalan utama bagi kendaraan dan/atau pejalan kaki dari jalan minor.
Pemasangan sinyal lalu-lintas tidak selalu menambah kapasitas dan keselamatan pada sebuah simpang. Penggunaan metoda yang ditunjukkan pada bab ini dan bab-bab lainnya dalam manual ini memungkinkan perkiraan dampak pemasangan sinyal terhadap kapasitas dan ukuran kinerja bila dibandingkan dengan pengaturan simpang tak bersinyal atau bundaran.
b) Pertimbangan ekonomi
Saran mengenai tipe simpang yang paling ekonomis (simpang bersinyal, simpang tak bersinyal atau bundaran) yang berdasarkan analisa biaya siklus hidup (BSH) ditunjukkan dalam bab 1, bagian 5.2.1 b. Perencanaan simpang bersinyal baru yang paling ekonomis (empat lengan atau tiga lengan) sebagai fungsi arus total tahun-1 (kend/jam), rasio jalan utama / minor, rasio belok kiri/kanan dan ukuran kota ditunjukkan pada Tabel 2.3.3:1 dibawah.
Gambar 2.3.3:1 menunjukkan informasi yang sama sebagai fungsi arus lalu-lintas tahun-1 pada jalan yang perpotongan (dua-arah) untuk keadaan dengan ukuran kota 1-3 juta dan rasio arus belok kiri dan kanan 10 %. Gambar menunjukkan bahwa simpang empat lengan yang simetris dengan 1 lajur tiap pendekat adalah yang paling ekonomis untuk arus dibawah 2.000 kend/jam (1.000 kend/jam pada masing-masing jalan). Untuk arus antara 2.000 dan 3.400 kend/jam, simpang sebaiknya mempunyai 2 lajur per pendekat. Untuk arus antara 3.400 dan 3.800 kend/jam, diperlukan 3 lajur per pendekat, untuk arus antara 4.000 dan 4.600 kend/jam, diperlukan empat lajur per pendekat dan seterusnya.
Diluar daerah perkotaan harga pembebasan tanah lebih rendah, yang memungkinkan simpang yang lebih besar, tetapi kecepatan rencana biasanya lebih tinggi, yang menyebabkan rencana simpang yang lebih luas untuk tipe yang sama menurut pedoman standar Bina Marga.









Penjelasan:
Rasio               Rasio arus antara jalan utama dan jalan minor
LT/RT             Persen arus belok kiri dan kanan (10/10 artinya pada masing-masing pendekat 10%      belok kiri    dan 10% belok kanan)
Tipe simpang   Jumlah lengan simpang/jumlah lajur per pendekat jalan minor/jumlah lajur per pendekat jalan utama.
Contoh 412 artinya simpang4-lengan dengan 1 lajur pada pendekat minor
dan 2 lajur pada pendekat utama.
Tabel 2.3.3:1   Panduan pemilihan simpang bersinyal yang paling ekonomis di daerah perkotaan, konstruksi baru Simpang Empat Lengan

Gambar 2.3.3:1 Panduan untuk memilih simpang bersinyal yang paling ekonomis pada daerah perkotaan, konstruksi baru. Ukuran kota 1 - 3 juta, rasio belok kiri dan kanan 10%
c) Perilaku lalu-lintas (kualitas lalu-lintas)
Tujuan analisa perencanaan dan operasional (untuk meningkatkan) simpang bersinyal yang
sudah ada, biasanya untuk penyesuaian waktu sinyal dan untuk perbaikan kecil pada geometri simpang agar perilaku lalu-Iintas yang diinginkan dapat dipertahankan baik pada ruas jalan maupun pada jaringan jalan bersinyal. Tundaan rata-rata (det/smp) sebagai fungsi rasio arus/kapasitas simpang bersinyal diberikan dalam Tabel 2.3.3:2 dan Gambar 2.3.3:2-3 dibawah, dengan anggapan fase sinyal dan pengendalian waktu tetap yang terisolir seperti diterangkan pada bagian 2.3.2. Hasilnya menunjukkan kapasitas kirakira, faktor-smp, dan rentang perilaku lalu-lintas masing masing tipe simpang. Hasil tersebut dapat digunakan untuk perancangan atau untuk pemilihan anggapan; misalnya dalam analisa perencanaan dan operasional untuk peningkatan simpang yang sudah ada. Dalam hal demikian sebaiknya perlu berhati-hati untuk tidak melewati rasio arus/kapasitas = 0,75 selama jam puncak tahun rencana.

Tabel 2.3.3:2 Perilaku lalu-lintas pada simpang 4 dan 3 lengan, ukuran kota 1 - 3 juta rasio arus utama/minor = 1/1





Gambar 2.3.3:2 Perilaku lalu-lintas pada simpang empat lengan


Gambar 2.3.3:3 Perilaku lalu-lintas pada simpang tiga lengan


d) Pertimbangan keselamatan lalu-lintas
Angka kecelakaan lalu-lintas pada simpang bersinyal diperkirakan sebesar 0,43 kecelakaan/juta kendaraan dibandingkan dengan 0,60 pada simpang tak bersinyal dan 0,30 pada bundaran.
DAMPAK PERENCANAAN GEOMETRI
·         Sinyal lalu-lintas mengurangi jumlah kecelakaan pada simpang dengan empat lengan dibandingkan dengan simpang dengan tiga lengan
·         Kanalisasi gerakan membelok (lajur terpisah dan pulau-pulau) juga mengurangi jumlah kecelakaan
DAMPAK KESELAMATAN AKIBAT PENGATURAN SINYAL
·         Hijau awal dapat menambah jumlah kecelakaan
·         Arus berangkat terlindung akan mengurangi jumlah kecelakaan dibandingkan dengan arus berangkat terlawan
·         Penambahan antar hijau akan mengurangi jumlah kecelakaan
e) Pertimbangan lingkungan
Tidak ada data empiris dari Indonesia tentang emisi kendaraan pada saat pembuatan manual ini. Asap kendaraan dan emisi kebisingan umumnya berkurang dalam keadaan-keadaan berikut:
·         Pengaturan sinyal terkoordinasi dan/atau sinyal aktuasi kendaraan akan mengurangi asap kendaraan dan emisi kebisingan bila dibandingkan dengan pengaturan sinyal waktu tetap untuk simpang terisolir.
·         Waktu sinyal yang efisien akan mengurangi emisi.
2.3.4 Perencanaan rinci
Sebagai prinsip umum, simpang bersinyal bekerja paling efektif apabila simpang tersebut dapat beroperasi dengan moda dua fase (jenis fase 42 dan 32) dan bila keadaan-keadaan berikut dipenuhi:
·         Daerah konflik didalam daerah simpang adalah kecil
·         Simpang tersebut simetris, artinya jarak dari garis stop terhadap titik perpotongan untuk gerakan lalu-lintas yang berlawanan adalah simetris
·         Lajur bersama untuk lalu-lintas lurus dan membelok digunakan sebanyak mungkin dibandingkan dengan lajur terpisah untuk lalu-lintas membelok\
Saran umum lain mengenai perencanaan:
·         Lajur terdekat dengan kereb sebaiknya dibuat lebih lebar daripada lebar standar untuk lalulintas kendaraan tak bermotor.
·         Lajur membelok yang terpisah sebaiknya direncanakan menjauhi garis utama lalu-lintas, dan panjang lajur membelok harus mencukupi sehingga arus membelok tidak menghambat pada lajur terus.
·         Median harus digunakan bila lebar jalan lebih dari 10 m untuk mempermudah penyeberangan pejalan kakidan penempatan tiang sinyal kedua (lihat dibawah).
·         Marka penyeberangan pejalan kaki sebaiknya ditempatkan 3-4 m dari garis lurus perkerasan untuk mempermudah kendaraan yang membelok mempersilahkan pejalan kaki menyeberang dan tidak menghalangi kendaraan-kendaraan yang bergerak lurus, lihat Gambar 2.3.4:1.
·         Perhentian bis sebaiknya diletakkan setelah simpang, yaitu ditempat keluar dan bukan ditempat pendekat.
Gambar 2.3.4:1 Penempatan zebra-cross pada simpang bersinyal

2.3.5 Pengaturan lalu-lintas dan alat pengatur lalu-lintas
1.      Pengaturan waktu tetap umumnya dipilih bila simpang tersebut merupakan bagian dari sistim sinyal lalulintas terkoordinasi.
2.      Peraturan sinyal semi aktuasi (detektor hanya dipasang pada jalan minor atau tombol penyeberangan pejalan kaki) umumnya dipilih bila simpang tersebut terisolir dan terdiri dari sebuah jalan minor atau penyeberangan pejalan kaki dan berpotongan dengan sebuah jalan arteri utama. Pada keadaan ini sinyal selalu hijau untuk jalan utama bila tidak ada kebutuhan dari jalan minor.
3.      Pengaturan sinyal aktuasi penuh adalah moda pengaturan yang paling efisien untuk simpang terisolir diantara jalan-jalan dengan kepentingan dan kebutuhan lalu-lintas yang sama atau hampir sama.
4.      Pengaturan sinyal terkoordinasi umumnya diperlukan bila jarak antara simpang bersinyal yang berdekatan adalah kecil (kurang dari 200 m). Manual ini tidak dapat digunakan pada koordinasi simpang. Meskipun waktu sinyal untuk simpang tunggal pada sistim terkoordinasi umumnya berdasarkan waktu sinyal dari pengaturan waktu tetap.
5.      Fase sinyal umumnya mempunyai dampak yang besar pada tingkat kinerja dan keselamatan lalu-lintas sebuah simpang daripada jenis pengaturan. Waktu hilang sebuah simpang bertambah dan rasio hijau untuk setiap fase berkurang bila fase tambahan diberikan. Maka sinyal akan efisien biladioperasikan hanya pada dua fase, yaitu hanya waktu hijau untuk konflik utama yang dipisahkan. Tetapi dari sudut keselamatan lalu-lintas, angka kecelakaan umumnya berkurang bila konflik utama antara lalulintas belok kanan dipisahkan dengan lalu-lintas terlawan, yaitu dengan fase sinyal terpisah untuk lalu-lintas belok kanan.
Jika arus belok kanan terlalu besar untuk dilayani dengan sistem 2 fase, langkah selanjutnya adalah menerapkan hijau awal untuk pendekat ini (dan hijau akhir untuk pendekat lawannya)
1.      Fase (dan lajur) terpisah untuk lalu-lintas belok kanan disarankan terutama pada keadaan-keadaan berikut:
·         Pada jalan-jalan arteri dengan hatas kecepatan diatas 50 km/jam, kecuali bila jumlah kendaran belok kanan kecil sekali (kurang dari 50 kendaraan/jam per arah)
·         Bila terdapat lebih dari satu lajur terpisah untuk lalu-lintas belok kanan pada salah satu pendekat.
·         Bila arus belok kanan selama jam puncak melehihi 200 kendaraan/jam dan keadaan-keadaan berikut dijumpai:
* Jumlah lajur mencukupi kebutuhan kapasitas untuk lalu-lintas lurus dan belok kiri sehingga lajur khusus lalu-lintas belok kanan tidak diperlukan
* Jumlah kecelakaan untuk kendaraan belok kanan diatas normal dan usaha-usaha keselamatan lainnya tidak dapat diterapkan
2.      Belok kiri langsung sedapat mungkin digunakan bila ruang jalan yang tersedia mencukupi untuk kendaraan belok kiri melewati antrian lalu-lintas lurus dari pendekat yang sama, dan dengan aman bersatu dengan lalu-lintas lurus dari fase lainnya yang masuk ke lengan simpang yang sama.
3.      Pemeriksaan ulang waktu sinyal yang sering (menggunakan program KAJI) adalah tidak mahal bila untuk menurunkan tundaan dan gas buangan.
4.      Waktu kuning sehaiknya dijadikan 5 detik pada sinyal dijalan kecepatan tinggi.
5.      Penempatan tiang sinyal dilakukan sedemikian rupa sehingga setiap gerakan lalu-lintas pada simpang mempunyai dua tiang sinyal:
·         sebuah sinyal utama ditempatkan dekat garis stop pada sisi kiri pendekat
·         sebuah sinyal kedua ditempatkan pada sisi kanan pendekat
Denah-denah khas dan penempatan sinyal ditunjukkan pada Figure 2.3.5:1 dibawah
Gambar 2.3.5:1 Contoh penempatan sinyal utama dan sinyal kedua pada simpang bersinyal


















2.4 RINGKASAN PROSEDUR PERHITUNGAN
Bagan alir prosedur perhitungan digambarkan seperti dibawah. Berbagai langkah yang berbeda diuraikan secara rinci dalam Bagian 3.
Gambar 2.4:1 Bagan alir analisa simpang bersinyal



Formulir-formulir berikut ini digunakan untuk perhitungan:
SIG-I GEOMETRIK, PENGATURAN Lalu-lintas, LINGKUNGAN
SIG-II ARUS Lalu-lintas
SIG-III WAKTU ANTAR HIJAU, WAKTU HILANG
SIG-IV PENENTUAN WAKTU SINYAL, KAPASITAS
SIG-V TUNDAAN, PANJANG ANTRIAN, JUMLAH KENDARAAN TERHENTI
Formulir-formulir tersehut diberikan dalam lampiran 2:1 pada akhir bab mengenai simpang
bersinyal.






















3. PROSEDUR PERHITUNGAN
Prosedur yang diperiukan untuk perhitungan waktu sinyal, kapasitas dan ukuran kinerja diuraikan di
bawah, langkah demi langkah dalam urutan berikut (lihat juga bagan alir pada gambar 2.2:1 di atas):
LANGKAH A:                       DATA MASUKAN
A-1: Geometrik, pengaturan lalu-lintas dan kondisi lingkungan.
A-2: Kondisi arus lalu-lintas
LANGKAH B: PENGGUNAAN SINYAL
B-1: Fase sinyal
B-2: Waktu antar hijau dan waktu hilang
LANGKAH C: PENENTUAN WAKTU SINYAL
C-1: Tipe pendekat
C-2: Lebar pendekat efektif
C-3: Arus jenuh dasar
C-4: Faktor-faktor penyesuaian
C-5: Rasio arus/arus-jenuh
C-6: Waktu siklus dan waktu hijau
LANGKAH D: KAPASITAS
D-1: Kapasitas
D-2: Keperluan untuk perubahan
LANGKAH E: PERILAKU LALU-LINTAS
E-1: Persiapan
E-2: Panjang antrian
E-3: Kendarain terhenti
E-4: Tundaan
Formulir-formulir kosong untuk perhitungan diberikan pada Lampiran 2:1, dan contoh-contoh
perhitungan dapat dilihat pada Bagian 4. Pada dasarnya prosedur yang sama diikuti untuk seluruh jenis penggunaan sebagaimana diuraikan dalam Bagian 2.2, dengan perbedaan utama hanya pada tingkat rincian dari data masukan.


LANGKAH A: DATA MASUKAN
LANGKAH A-1: GEOMETRIK, PENGATURAN LALU-LINTAS DAN KONDISI
LINGKUNGAN (Formulir SIG-I).
Informasi untuk diisi pada bagian atas Form SIG-1:
·         Umum
Isilah tanggal, Dikerjakan oleh, Kota, Simpang, Hal (mis.Alt.1) dan Waktu (mis. Puncak pagi 1996) pada judul formulir.
·         Ukuran kota
Masukkan jumlah penduduk perkotaan (ketelitian 0,1 jt penduduk)
·         Fase dan waktu sinyal
Gunakan kotak-kotak di bawah judul Formulir SIG-1 untuk menggambar diagram diagram fase yang ada (jika ada). Masukkan waktu hijau (g) dan waktu antar hijau (IG) yang ada pada setiap kotak, dan masukkan waktu siklus dan waktu hilang total (LTI=􀀶IG) untuk kasus yang ditinjau (jika ada).
·         Belok kiri Iangsung
Tunjukkan dalam diagram-diagram fase dalam pendekat-pendekat mana gerakan belok kiri
langsung diijinkan (gerakan membelok tersebut dapat dilakukan dalam semua fase tanpa
memperhatikan sinyal)
Gunakan ruang kosong pada bagian tengah dari formulir untuk membuat sketsa simpang tersebut dan
masukkan semua data masukan geometrik yang diperlukan:
·         Denah dan posisi dari pendekat-pendekat, pulau-pulau lalu-lintas, garis henti, penyeberangan
pejalan kaki, marka lajur dan marka panah.
·         Lebar (ketelitian sampai sepersepuluh meter terdekat) dari bagian pendekat yang diperkeras, tempat masuk dan ke luar. Informasi ini juga dimasukkan dibagian bawah formulir.
·         Panjang lajur dengan panjang terbatas (ketelitian sampai meter terdekat)
·         Gambar suatu panah yang menunjukkan arah Utara pada sketsa.
Jika denah dan rencana dari simpang tersebut tidak diketahui, lihat Bagian 2.2 diatas untuk anggapananggapan awal analisa.
Masukkan data kondisi dari lokasi lainnya yang berhubungan dengan kasus yang sedang dipelajari pada tabel di bagian bawah dari formulir:
·         -Kode pendekat (kolom 1)
Gunakan Utara, Selatan, Timur, Barat atau tanda lainnya yang jelas untuk menamakan pendekatpendekat tersebut. Perhatikan bahwa lengan simpang dapat dibagi oleh pulau lalu lintas menjadi dua pendekat atau lebih. misal N(LT+ST), N(RT). Cara yang sama digunakan jika gerakan-gerakan lalu-lintas pada pendekat tersebut mempunyai lampu hijau yang berbeda fase.
·         Tipe lingkungan jalan (kolom 2)
Masukkan tipe lingkungan jalan (COM = Komersial; RES = Permukiman; RA= Akses terbatas) untuk setiap pendekat (definisi lihat Bagian 1.3).
·         Tingkat hambatan samping (kolom 3)
Masukkan tingkat hambatan samping:
1.      Tinggi: Besar arus berangkat pada tempat masuk dan ke luar berkurang oleh karena
aktivitas disarnping jalan pada pendekat seperti angkutan umum berhenti, pejalan kaki berjalan sepanjang atau melintas pendekat, keluar-masuk halaman
disamping jalan dsb.
2.      Rendah: Besar arus herangkat pada tempat masuk dan keluar tidak berkurang oleh hambatan samping dari jenis-jenis yang disebut di atas
·         Median (Kolom 4)
Masukkan jika terdapat median pada bagian kanan dari garis henti dalam pendekat
(Ya/Tidak)
·         Kelandaian (kolom 5)
Masukkan kelandaian dalam % (naik = + %; turun = - % )
·         Belok kiri langsung (kolom 6)
Masukkan jika belok kiri langsung (LTOR) diijinkan (Ya/Tidak) pada pendekat tsb
(tambahan untuk menunjukkan hal ini dalam diagram fase sebagaimana digunakan di atas).
·         Jarak ke kendaraan parkir kolom 7
Masukkan jarak normal antara garis-henti dan kendaraan pertama yang diparkir disebelah hulu pendekat, untuk kondisi yang dipelajari.
·         Lebar pendekat (kolom 8-11)
Masukkan, dari sketsa, lebar (ketelitian sampai sepersepuluh meter terdekat) bagian yang diperkeras dari masing masing pendekat (hulu dari titik belok untuk LTOR), Belok-Kiri Langsung, Tempat masuk (pada garis henti, lihat juga Gambar C-2:1) dan Tempat Keluar (bagian tersempit setelah melewati jalan melintang).
- Catatan
Catat pada lembar terpisah informasi lainnya yang anda pikir dapat mempengaruhi kapasitas
pendekat tersebut.
LANGKAH A-2: KONDISI ARUS LALU LINTAS (Formulir SIG-II)
·         Jika data lalu-lintas rinci dengan distribusi jenis kendaraan untuk masing-masing gerakan
beloknya tersedia, maka Formulir SIG-II dapat digunakan. Masukkan data arus lalu litas
untuk masing-masing jenis kendaraan bermotor dalam kend./jam pada Kolom 3,6,9 dan arus
kendaraan tak bermotor pada Kolom 17. Pada keadaan lainnya mungkin lebih baik untuk
menggunakan formulir penyajian data yang lebih sederhana, dan memasukkan hasilnya
langsung kedalam Formulir SIG-IV. (Nilai normal data masukan lalu-lintas: Lihat Bagian 2.2.2
diatas). Beberapa kumpulan data arus lalu-lintas mungkin diperlukan untuk menganalisa
periode-periode lainnya, seperti jam-puncak pagi, jam-puncak siang, jam-puncak sore, jamlewat
puncak dsb.
Perhatian: Semua gerakan lalu-lintas didalam simpang harus dicatat pada Formulir SIG-II,
juga untuk belok kiri langsung (LTOR). Tetapi gerakan LTOR tidak dimasukkan dalam
perhitungan waktu sinyal seperti diuraikan dalam langkah C, (tetapi sudah diperhitungkan
dalam perhitungan perilaku lalu-lintas dalam langkah E).
·         Hitung arus lalu-lintas dalam smp/jam bagi masing-masing jenis kendaraan untuk kondisi
terlindung dan/atau terlawan (yang sesuai tergantung pada fase sinyal dan gerakan belok
kanan yang diijinkan) dengan menggunakan emp berikut:
Masukkan hasilnya pada Kolom (4)-(5), (7)-(8), (10)-(11).
·         Hitung arus lalu-lintas total QMV dalam kend./jam dan smp/jam pada masing-masing pendekat
untuk kondisi-kondisi arus berangkat terlindung dan/atau terlawan (yang sesuai tergantung
pada fase sinyal dan gerakan belok kanan yang diijinkan). Masukkan hasilnya pada Kolom (12)-(14).
·         Hitung untuk masing-masing pendekat rasio kendaraan belok kiri PLT, dan rasio belok kanan
PRT dan masukkan hasilnya kedalam Kolom (15) dan (16) pada baris yang sesuai untuk arus LT dan RT:
 = (13)                    =        (14)
(bernilai sama untuk pendekat terlawan dan terlindung).
·         Hitung rasio kendaraan tak bermotor dengan membagi arus kendaraan tak bermotor QUM
kend./jam pada Kolom (17) dengan arus kendaraan hermotor QMV kend./jam pada Kolom (12):
 =                                                                                                        (15)










LANGKAH B: PENGGUNAAN SINYAL
LANGKAH B-1: PENENTUAN FASE SINYAL (Formulir SIG-IV).
Jika perhitungan akan dikerjakan untuk rencana fase sinyal yang lain dari yang digambarkan pada
Formulir SIG-1, maka rencana fase sinyal harus dipilih sebagai alternatif permulaan untuk
keperluan evaluasi. Berbagai tipe fase sinyal telah ditunjukkan pada bagian 1, Gambar 1.2:3.
PROSEDUR
·         Pilih fase sinyal.
Lihat saran pada Bagian 2.2.2 dan bagian 2.3 diatas. Biasanya pengaturan dua fase
dicoba sebagai kejadian dasar, karena biasanya menghasilkan kapasitas yang lebih besar dan tundaan rata-rata lebih rendah daripada tipe fase sinyal lain dengan pengatur fase yang biasa dengan pengatur fase konvensional. Arus berangkat belok-kanan pada fase yang berbeda dari gerakan lurus-langsung memerlukan lajur (-lajur RT) terpisah.
Pengaturan terpisah gerakan belok kanan biasanya hanya dilakukan berdasarkan
pertimbangan kapasitas jika arus melebihi 200 smp/jam. Walau demikian, mungkin
diperlukan demi keselamatan lalu-lintas dalam keadaan tertentu.
·         Gambarkan fase sinyal yang dipilih dalam kotak yang disediakan pada Formulir SIG-IV.
Masing-masing rencana fase yang akan dicoba memerlukan formulir SIG-IV dan SIG-V
tersendiri.









LANGKAH B-2: WAKTU ANTAR HIJAU DAN WAKTU HILANG
(Formulir SIG-III)
·         Tentukan waktu merah semua yang diperlukan untuk pengosongan pada setiap akhir fase dan
hasil waktu antar hijau (IG) per fase.
·         Tentukan waktu hilang (LTI) sebagai jumlah dari waktu antar hijau per siklus, dan masukkan
hasilnya kedalam bagian bawah Kolom 4 pada Formulir SIG-IV.
Untuk analisa operasional dan perencanaan, disarankan untuk membuat suatu perhitungan rinci waktu
antar hijau untuk waktu pengosongan dan waktu hilang dengan Formulir SIG-III seperti diuraikan di
bawah. Pada analisa yang dilakukan bagi keperluan perancangan, waktu antar hijau berikut (kuning +
merah semua) dapat dianggap sebagai nilai normal:
PROSEDUR UNTUK PERHITUNGAN RINCI
Waktu merah semua yang diperlukan untuk pengosongan pada akhir setiap fase harus memberi
kesempatan bagi kendaraan terakhir (melewati garis henti pada akhir sinyal kuning) berangkat dari
titik konflik sebelum kedatangan kendaraan yang datang pertama dari fase berikutnya
(melewati garis henti pada awal sinyal hijau) pada titik yang sama. Jadi merah semua merupakan
fungsi dari kecepatan dan jarak dari kendaraan yang berangkat dan yang datang dari garis henti
sampai ke titik konflik, dan panjang dari kendaraan yang berangkat, lihat Gambar B-2:1 dibawah.

Gambar B-2:1 Titik konflik kritis dan jarak untuk keberangkatan dan kedatangan

Titik konflik kritis pada masing-masing fase(i) adalah titik yang menghasilkan WAKTU
MERAH-SEMUA terbesar:
                                                              (16)
di mana:
LEV,LAV       = Jarak dari garis henti ke titik konflik masing-masing untuk kendaraan yang
berangkat dan yang datang (m)
IEV                     = Panjang kendaraan yang berangkat (m)
VEV,VAV               = Kecepatan masing-masing untuk kendaraan yang berangkat dan yang     datang(m/det).
Gambar B-2:1 Menggambarkan kejadian dengan titik-titik konflik kritis yang diberi tanda bagi
kendaraan-kendaraan maupun para pejalan kaki yang memotong jalan.
Nilai-nilai yang dipilih untuk VEV, VAV, dan IEV tergantung dari komposisi lalu-lintas dan kondisi
kecepatan pada lokasi. Nilai-nilai sementara berikut dapat dipilih dengan ketiadaan aturan di Indonesia akan hal ini.
Kecepatan kendaraan yang datang     VAV : 10 m/det (kend. bermotor)
Kecepatan kendaraan yang berangkat     VEV : 10 m/det (kend. bermotor)
3 m/det (kend. tak bermotor misalnya sepeda)
1,2 m/det (pejalan kaki)
Panjang kendaraan yang berangkat IEV : 5 m (LV atau HV)
2 m (MC atau UM)
Perhitungan dilakukan dengan Formulir SIG-III untuk semua gerak lalu-lintas yang bersinyal (tidak
termasuk LTOR).
Apabila periode merah-semua untuk masing-masing akhir fase telah ditetapkan, waktu hilang (LTI)
untuk simpang dapat dihitung sebagai jumlah dari waktu-waktu antar hijau:
LTI =  (MERAH SEMUA + KUNING)i = IGi                                                                              (17)
Panjang waktu kuning pada sinyal lalu-lintas perkotaan di Indonesia biasanya adalah 3,0 detik.
LANGKAH C: PENENTUAN WAKTU SINYAL
Langkah C meliputi penentuan faktor-faktor berikut ini:
C-1: Tipe pendekat
C-2: Lebar pendekat efektif
C-3: Arus jenuh dasar
C-4: Faktor penyesuaian
C-5: Rasio arus/arus jenuh
C-6: Waktu siklus dan waktu hijau.
Perhitungan-perhitungan dimasukkan kedalam Formulir SIG-IV PENENTUAN WAKTU SINYAL
DAN KAPASITAS.








LANGKAH C-l: TIPE PENDEKAT
·         Masukkan identifikasi dari setiap pendekat dalam baris pada Formulir SIG-IV kolom 1. Apabila dua gerakan lalu-lintas pada suatu pendekat diberangkatkan pada fase yang berbeda (misal. lalu-lintas lurus dan lalu-lintas belok-kanan dengan lajur terpisah), harus dicatat pada baris terpisah dan diperlakukan sebagai pendekat-pendekat terpisah dalam perhitungan selanjutnya. Apabila suatu pendekat mempunyai nyala hijau pada dua fase, dimana pada keadaan tersebut, tipe lajur dapat berbeda untuk masing-masing fase, satu baris sebaiknya digunakan untukBmencatat data masing masing fase, dan satu baris tambahan untuk memasukkan hasil gabungan untuk pendekat tersehut. (Langkah C-4 dan selanjutnya).
·         Masukkan nomor dari fase yang masing-masing pendekat/gerakannya mempunyai nyala hijau pada kolom 2.
·         Tentukan tipe dari setiap pendekat terlindung (P) atau terlawan (0) dengan bantuan Gambar C- 1:1 di bawah, dan masukkan hasilnya pada kolom 3.
·         Buatlah sketsa yang menunjukkan arus-arus dengan arahnya (Formulir SIG-II kolom 13-14) dalam smp/jam pada kotak sudut kiri atas Formulir SIG-IV (pilih hasil yang sesuai untuk kondisi terlindung (Tipe P) atau terlawan (Tipe 0) sebagaimana tercatat pada kolom 3)
·         Masukkan rasio kendaraan berbelok (PLOTR atau PLT, PRT) untuk setiap pendekat (dari Formulir SIG-II kolom 15-16) pada Kolom 4-6.
·         Masukkan dari sketsa arus kendaraan belok kanan dalam smp/jam, dalam arahnya sendiri (QRT) pada kolom 7 untuk masing-masing pendekat (dari Formulir SIG-II kolom 14). Masukkan juga untuk pendekat tipe 0 arus kendaraan belok kanan, dalam arah yang berlawanan (QRTO) pada kolom 8 (dari Formulir SIG-II Kolom 14).

Gambar C-1:1 Penentuan tipe pendekat



LANGKAH C-2: LEBAR PENDEKAT EFEKTIF
·         Tentukanlah lebar effektif (We) dari setiap pendekat berdasarkan informasi tentang lebar pendekat (WA), lebar masuk (WMASUK) dan lebar keluar (WKELUAR) dari Formulir SIG-I (sketsa dan Kolom 8-11) dan rasio lalu-lintas berbelok dari formulir SIG-IV Kolom 4-6 sebagai berikut, dan masukkan hasilnya pada kolom 9 pada Formulir SIG-IV
PROSEDUR UNTUK PENDEKAT TANPA BELOK-KIRI LANGSUNG (LTOR)
Periksa lebar keluar (hanya untuk pendekat tipe P)
Jika WKELUAR < We × (1 - PRT - PLTOR) , We sebaiknya diberi nilai baru yang sama dengan
WKELUAR dan analisa penentuan waktu sinyal untuk pendekat ini dilakukan hanya untuk      bagian lalu-lintas lurus saja (yaitu Q = QST pada Formulir SIG-IV kolom 18).
PROSEDUR UNTUK PENDEKAT DENGAN BELOK-KIRI LANGSUNG (LTOR)
Lebar efektif (WE) dapat dihitung untuk pendekat dengan pulau lalu-lintas, penentuan lebar
masuk (WMASUK) sebagaimana ditunjukkan pada Gambar C-2:1, atau untuk pendekat tanpa
pulau lalu-lintas yang ditunjukkan pada bagian kanan dari Gambar. Pada keadaan terakhir
WMASUK = WA-WLTOR. Persamaan dibawah dapat digunakan untuk kedua keadaan tersebut.
Gambar C-2:1 Pendekat dengan dan tanpa pulau lalu-lintas


A:        Jika WLTOR 2m                  : Dalam hal ini dianggap bahwa kendaraan LTOR dapat mendahului
antrian kendaraan lurus dan belok kanan dalam pendekat selama       sinyal merah.
Langkah A                   : Keluarkan lalu-lintas belok-kiri langsung QLTOR dari perhitungan selanjutny  pada Formulir SIG-IV (yaitu Q= QST+QRT)
Tentukan lebar pendekat efektif sebagai berikut:
We= Min                                                       (18)
Langkah A:2 : Periksa lebar keluar (hanya untuk pendekat tipe P)
Jika WKELUAR < We × (1 - PRT), We sebaiknya diberi nilai baru sama dengan WKELUAR, dan
analisa penentuan waktu sinyal untuk pendekat ini dilakukan hanya untuk bagian lalu-lintas
lurus saja (yaitu Q = QST pada Formulir SIG-IV kolom 18).
B:        WLTOR <2m              : Dalam hal ini dianggap bahwa kendaraan LTOR tidak dapat  mendahului antrian kendaraan lainnya dalam pendekat selama sinyal merah
Langkah B:1               : Sertakan QLTOR pada perhitungan selanjutnya.

Langkah B:2 Periksa lebar keluar (hanya untuk pendekat tipe P)
Jika WKELUAR < We × (1 - PRT – PLTOR), We sebaiknya diberi nilai baru yang sama
dengan WKELUAR, dan analisa penentuan waktu sinyal untuk pendekat ini dilakukan
hanya untuk bagian lalu-lintas lurus saja (yaitu Q = QST pada Formulir SIG-IV kolom
18).


LANGKAH C - 3 : ARUS JENUH DASAR
- Tentukan arus jenuh dasar (S0) untuk setiap pendekat seperti diuraikan dibawah, dan
masukkan hasilnya pada kolom 10:
a) Untuk pendekat tipe P (arus terlindung):
S„ = 600 × We smp/jam hijau, lihat Gambar C-3:1                                                                            (20)
Gambar C-3:1 Arus jenuh dasar untuk pendekat tipe P.
b) Untuk pendekat tipe 0 (arus berangkat terlawan):
So ditentukan dari Gambar C-3:2 (untuk pendekatan tanpa lajur belok-kanan terpisah) dan dari Gambar C-3:3 (untuk pendekat dengan lajur belok kanan terpisah) sehagai fungsi dari We, QRT dan QRTO'
Gunakanlah gambar-gambar tersebut untuk mendapatkan nilai arus jenuh pada keadaan di mana lebar pendekat lebih besar dan lebih kecil daripada W, sesungguhnya dan hitung hasilnya dengan interpolasi.
Lihat saran dibawah sehubungan dengan penanganan keadaan yang mempunyai arus belok kanan lebih besar daripada yang terdapat dalam diagram.


b) Tentukan faktor penyesuaian berikut untuk nilai arus jenuh dasar hanya untuk pendekat
tipe P sebagai berikut :
- Faktor penyesuaian belok kanan (FRT) ditentukan sebagai fungsi dari rasio kendaraan belok kanan PRT (dari Kol. 6) sebagai berikut, dan hasilnya dimasukkan ke dalam kolom 15.
Perhatikan: Hanya untuk pendekat tipe P; Tanpa median; jalan dua arah; lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk:
Hitung FRT= 1,0 + PRT ×0,26,                                                                    (22)
atau dapatkan nilainya dari Gambar C-4:3 dibawah
Gambar C-4:3 Faktor penyesuaian untuk belok kanan (FRT) (hanya berlaku untuk
pendekat tipe P, jalan dua arah, lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk)

Penjelasan:
Pada jalan dua arah tanpa median, kendaraan belok-kanan dari arus berangkat terlindung (pendekat tipe P) mempunyai kecenderungan untuk memotong garis tengah jalan sebelum meliwati garis henti ketika menyelesaikan belokannya. Hal ini menyebabkan peningkatan rasio belok kanan yang tinggi pada arus jenuh.
- Faktor penyesuaian belok kiri (FLT) ditentukan sebagai fungsi dari rasio belok kiri PLT seperti tercatat pada kolom 5 pada Formulir SIG-IV, dan hasilnya dimasukkan ke dalam kolom 16.
Perhatikan : Hanya untuk pendekat tipe P tanpa LTOR, lebar efektif ditentukan oleh
lebar masuk:
Hitung FLT = 1,0 - PLT ×0,16,                                                                            (23)
atau dapatkan nilainya dari Gambar C-4:4 di bawah
Gambar C-4:4 Faktor penyesuaian untuk pengaruh belok kiri (FLT) (hanya berlaku untuk pendekat tipe P tanpa belok kiri langsung, lebar efektif ditentukan oleh
lebar masuk:)
Penjelasan
Pada pendekat-pendekat terlindung tanpa penyediaan belok kiri langsung, kendaraan-kendaraan belok kiri cenderung melambat dan mengurangi arus jenuh pendekat tersebut. Karena arus berangkat dalam pendekat-pendekat terlawan (tipe 0) pada umumnya lebih lambat, maka tidak diperlukan penyesuaian untuk pengaruh rasio belok kiri.
c) Hitung nilai arus,jenuh yang disesuaikan
Nilai arus jenuh yang disesuaikan dihitung sebagai
S = S0 × FCS × FSF × FG × FP × FRT × FLT smp/jam hijau                                                (24)
Masukkan nilai ini ke dalam Kolom 17.
Jika suatu pendekat mempunyai sinyal hijau lebih dari satu fase, yang arus jenuhnya telah ditentukan secara terpisah pada baris yang berbeda dalam tabel, maka nilai arus jenuh kombinasi harus dihitung secara proporsional terhadap waktu hijau masing-masing fase.
Contoh jika suatu pendekat bersinyal hijau pada kedua fase 1 dan 2 dengan waktu hijau g1 dan g2 dan arus jenuh S1 dan S2, nilai kombinasi S1+2 dihitung sebagai berikut:
1 2
1 1 2 2
1 2 g g
S g S g
􀀎
􀁵 􀀎 􀁵
􀀠 􀀎 S (25)
Jika salah satu dari fase tersebut adalah fase pendek, misalnya "waktu hijau awal", dimana satu pendekat menyala hijau beberapa saat sebelum mulainya hijau pada arah yang berlawanan, disarankan untuk menggunakan hijau awal ini antara 1/4 sampai 1/3 dari total hijau pendekat yang diberi hijau awal. Perkiraan yang sama dapat digunakan untuk "waktu hijau akhir" dimana nyala hijau pada satu pendekat diperpanjang beberapa saat setelah berakhirnya nyala hijau pada arah yang berlawanan. Lama waktu hijau awal dan akhir harus tidak lebih pendek dari 10 det.
Contoh : Waktu hijau awal sama dengan 1/3 dari total waktu hijau dari pendekat dengan waktu hijau awal:
S 1 +2 = 0,33×S1+ 0,67×S2
Masukkan nilai kombinasi S1 +2 kedalam Kolom 17 pada baris terpisah untuk fase gabungan, lihat Contoh 1A.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Mengenal Nama Bagian Komponen Vape

Setelah pembahasan kita tentang vape bagi kesehatan diartikel sebelumnya, dan anda tetap memutuskan untuk ngevape, anda perlu belajar dulu nama alat dan sekarang kita belajar mengetahui nama alat dalam vaporizer itu sendiri. Jangan sampe malu-malu in kalo lagi ngumpul, vaping bareng tapi cengoo pas ngomongin device…. Rda ini bagus deh, bulit nya gampang…. Eh…Rda apaan sih? baut yang ditengah itu ya, rda??… Gue pamit balik dah sob…udah di jemput ufo…. yahh..kok..balik sihh…. Gue mulai dari bagian-bagian aja yak, mulai dari atas...gue jelasin simpel aja, yang penting ngerti…semoga.. Vape dasarnya  sama dengan computer memiliki komponen hardwere, sofwere, brandwere. Kali ini kita akan bahas tentang hardwere dar Vape hardwere Vape Hardwere perangkat keras yang berfungsi memproduksi vapor 1.             DRIP TIP Drip tip adalah sebuah bagian dari Vaporizer berupa corong yang menjembatani antara clearomizer dengan mulut Anda saat menghirup uap dari Vaporizer. Nah ga

Jika Suamimu Seorang Anak Laki-laki Satu-satunya di Keluarganya

Menjadi anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga bukanlah perkara yang mudah dalam menjalani kehidupan, ada sebuah tanggung jawab yang harus dipikul. Mungkin dulu saat belum dewasa hal itu tidak menjadi masalah, namun ketika sudah dewasa dan anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga menjadi ‘beban’ tersendiri. Terlebih memilki saudara yang banyak, ekonomi pas-pasan. Mungkin setelah menikah dengannya kamu akan merasa tidak suka, karena kamu merasa dia pilih kasih. Uang belanja bulananmu yang dia berikan mungkin kurang, karena dia harus memberikan sebagian gajinya untuk keluarganya. Ia harus membayar uang kuliah adiknya, memberikannya kepada orang tuanya yang sudah tak mampu lagi untuk bekerja karena sudah tua, membatu kakak-kakaknya yang ekonominya pas-pasan. Mungkin kamu akan bosan mendengar kata  “maaf”  karena dia telah memberikan sebagian gajinya diam-diam kepada keluargnya. Mungkin kamu akan bosan dengan makanan sehari-hari yang sederhana karena uang belanja kurang. Mung